Salah satu tokoh sufi yang terkenal dengan ilmu ma’rifatnya
adalah, Zunnun Al-Misri. Nama
lengkap Dzunnun Al Mishri adalah Abul Faidh Dzunnun bin Ibrahim Al Mishri
Al-Ikhmimi Al-Nubi. Ada pendapat yang mengatakan bahwa nama aslinya adalah
Tsauban, ada juga yang mengatakan Faidh bin Ibrahim. sedangkan Dzunnun Al
Mishri adalah julukannya (laqab).
Beliau
berasal dari Akhtaman salah satu kota di daerah pedalaman Mesir. Waliyullah
yang bangga dan dibanggakan oleh Mesir ini berasal dari Nubay (satu suku di
selatan Mesir) kemudian menetap di kota Akhmim (sebuah kota di propinsi Suhaj).
Kota Akhmin ini rupanya bukan tempat tinggal terakhirnya. Sebagaimana lazimnya
para sufi, ia selalu menjelajah bumi mensyiarkan agama Allah mencari jati diri,
menggapai cinta dan ma'rifatulah yang hakiki.
Selanjutnya
Ia kembali lagi ke Mesir dan wafat di sana pada tahun 245H/860M. Dalam dunia
tasawuf, ia dikenal sebagai bapak faham ma’rifah. Ma’rifah adalah mengetahui
Tuhan dari dekat sehingga hati sanubari dapat melihat-Nya
Beliau adalah merupakan tokoh sufi
pertama yang menonjolkan tentang teori Ma’rifat. Walaupun paham tentang
Ma’rifat sudah banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh sufi sebelum Al-Misri,
tetapi dialah yang paling menekankan konsep ma’rifat pada ajaran
tasawuf.
Zunnun
ber-mutawatta’ dan mempelajari disiplin ilmu fiqh kepada Malik Ibn Anas,
dan di bidang spritual beliau belajar pada Israfil Al-Maghribi. Dan ketika
meninggal beliau dimakamkan di Pemakaman asy-Syafi’i. Konon, tatkala orang
mengusung jenazahnya, muncullah sekawanan burung hijau yang memayungi
jenazahnya dan seluruh pengiring jenazah dengan sayap-sayap hijau burung
tersebut. Dan pada hari kedua, orang-orang menemukan tulisan pada nisan makam
beliau, “Zunnun adalah kekasih Allah, diwafatkan karena Rindu” dan setiap kali
ora ng akan menghapus tulisan itu, maka
muncul kembali seperti sedia kala.
"Dzunnun adalah seorang yang
alim, zuhud wara', mampu memberikan fatwa dalam berbagai disiplin ilmu. Beliau
termasuk perawi Hadits ". Hal senada diungkapkan Al-Hafidz Abu Nu'aim
dalam Hilyah-nya dan al-Dzahabi dalam Tarikh-nya bahwasannya Dzunnun telah
meriwayatkan hadits dari Imam Malik, Imam Laits, Ibn Luha'iah, Fudail ibn
Iyadl, Ibn Uyainah, Muslim al-Khowwas dan lain-lain. Adapun orang yang
meriwayatkan hadis dari beliau adalah al-Hasan bin Mus'ab al-Nakha'i, Ahmad bin
Sobah al-Fayyumy, al-Tho'i dan lain-lain. Imam Abu Abdurrahman al-Sulamy
menyebutkan dalam Tobaqoh-nya bahwa Dzunnun telah meriwayatkan hadis Nabi dari
Ibn Umar yang berbunyi " Dunia adalah penjara orang mu'min dan surga bagi
orang kafir".
Di
samping lihai dalam ilmu-ilmu Syara', sufi Mesir ini terkenal dengan ilmu lain
yang tidak digoreskan dalam lembaran kertas, dan datangnya tanpa sebab. Ilmu
itu adalah ilmu Ladunni yang oleh Allah hanya khusus diberikan pada
kekasih-kekasih-Nya saja.
B.
Pandangan Tasawuf Zunnun Al Mishri
Allah tidak akan pernah memuliakan
seorang hamba dengan kemuliaan yang lebih mulia dari pada ketika dia
menghinakannya atas kehinaan dirinya. Dan Allah tidak menghinakan seorang hamba
dengan kehinaan yang lebih hina dari pada ketika dia menutupi dengan kehinaan
dirinya. Karena hijab yang paling samar dan paling kuat adalah melihat diri
sendiri. Zunnun pernah mengatakan, bahwa Neraka bukanlah sesuatu hal yang harus
ditakuti, yang lebih ditakuti adalah ketika berpisah dari Kekasih Sejati.
Ketakutannya tak lebih dari setetes air yang dibuang ke samudera cinta Allah.
Zunnnun mengatakan bahwa sufi ialah
orang yang tidak meminta dan tidak merasa kesusahanan karena ketiaadaan.]
Beliau mengatakan bahwa akhlak seorang Arif billah adalah Allah, dan
orang yang arif selalu akan bersifat seperti sifat-sifat Tuhan dan selalu
menjaga perilakunya agar tidak terjebak dalam kenistaan dunia yang
menghanyutkan dan menghinakan orang yang dekat kepada Allah.
Zunnun Al Mishri dianggap sebagai
seorang zindiq oleh ulama-ulama Mesir pada masanya. Karena menerangkan ilmu
laduni yang tidak dikenal oleh ulama pada waktu itu. [5]
Dia juga mengatakan bahwa ilmu-ilmu fiqih sebagai ilmu yang tidak seharusnya
dipelajari karena lebih membahas masalah keduniaan.
Secara umum, pandangan tasawuf
sedikit berbeda dengan pemikiran-pemikiran tasawuf para sufi lainnya. Ada
pemikiran-pemikiran yang sangat menonjol yang kemudian menjadikannya ditentang
dan dianggap zindiq oleh para ulama-ulama saat itu. Sehingga ia pun di usir
dari Mesir. Tetapi karena semangatnya untuk menyebarkan pandangan-pandangan
tasawufnya. Dia pun menemui khalifah Mutawakkil ‘Alallah yang menjadi penguasa
bani Abbassiyah pada waktu itu.
Dia pun menjelaskan konsep
tasawufnya yang menonjol yaitu tentang ma’rifat. Sang khalifah pun tertarik
sehingga berkenan menjadikannya sebagai penasehat khalifah. Dan sejak itulah
pemikiran tasawuf Zunnun tersebar di masyarakat.
Sebagai
sufi, Zunnun Al Mishri dikenal sebagai bapak faham ma’rifat. Karena
teorinya tentang ilmu tersebut sangat mencolok. Ma’rifat adalah adalah
mengetahui Tuhan dari dekat sehingga hati sanubari dapat melihat-Nya. Selain
konsep ma’rifat, Zunnun Al Mishri juga mengungkapkan pengalamannya
tentang khauf (rasa takut kepada Allah) dan mahabbah.
C.
Pokok Ajaran Tasawuf Zunnun Al Mishri
Pemikiran tasawuf Zunnun yang paling
menonjol adalah konsep ma’rifatnya. Yaitu adalah mengetahui Tuhan dari
dekat sehingga hati sanubari dapat melihat-Nya. Tatkala ia pernah ditanya
bagaimana memperoleh ma’rifah tentang Tuhan, Dzunnun Al Mishri menjawab, “Aku
mengetahui Tuhan dengan Tuhan, dan sekiranya tidak karena Tuhan, aku tak akan
tahu Tuhan.”
Dzunnun Al Mishri membagi tiga macam
pengetahuan tentang Tuhan. Pertama, Tuhan satu dengan perantaraan ucapan
syahadat, dan ini adalah pengetahuan awam. Kedua, Tuhan satu menurut logika
akal, dan ini adalah pengetahuan ulama. Ketiga, Tuhan satu dengan perantaraan
hati sanubari, dan inilah yang disebut pengetahuan sufi, itulah ma’rifah.
Menurut
Zunnun Al-Misri, Ma’rifat atau mengenal Allah swt yang
sesungguhnya adalah ma’rifat lewat hati sanubari, karena pada tingkatan
syahadat dan logika itu sebenarnya bukanlah termasuk ma’rifat, tetapi
itu hanya dapat digolongkan kedalam kategori ilmu saja.
1. Ma’rifafat
Al-Misri adalah pelopor paharn ma‘rifat, Penilaian
ini sangatlah tepat karena berdasarkan riwayat Al-Qathfi dan Al-Mas’udi—yang
kemudian dianalisis Nicholson—dan Abd Al-Qadir dalam falsafah Al-sufiah
fiAl-Islam; Al-Misri berhasil mernperkenaikan corak baru tentang ma’rifatdalam
bidang sufisme Islam. Pertama, ía membedakan antara ma‘rifat sufiah
dengan ma‘rifat aqliyah. Ma’rifat yang pertama menggunakan pendekatan qalb
yang biasa digunakan para sufi, sedangkan ma’rifat yang kedua menggunakan
pendekatan akal yang biasa digunakan para teolog.
Kedua, menurut Al-Misri, ma‘rifat
sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebab ma‘riat
merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali. Ketiga, teori-teori
ma’rifat Al-Misri menyerupai gnosismeala Neo-Platonik. Teori-teorinya itu
kemudian dianggap sebagai jembatanmenuju teori-teori wahdat asy-syuhud dan
ittihad. Ia pun dipandangsebagai orang yang pertama kali memasukkan unsur
falsafah dalamtasawuf
Pandangan-pandangan
Al-Mishri tentang ma’rifat pada mulanya sulit diterima kalangan teolog sehingga
ía dianggap sebagai seorang zindiq dan ditangkap khalifah, tetapi akhirnya
dibebas Berikut ini beberapa pandangannya tentang hakikat ma’rifat:
1)
Sesungguhnya ma’rifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaanTuhan,
sebagaimana yang dipercayai orang-orang mukmin, bukan pulailinu—ilinu hurliwi
dan nazliar milik para hakim, mutakalimin, dan ahiibalaghah, tetapi ma’rifat
terhadap keesaan Tuhan yang khusus dimilikipara wall Allah. Hal iiui karena
mereka adalah orang yang nienyaksikanAl lab dengan hatinya, sehingga terbukaia
baginya apa yang tidakdibukakan untuk hamba-hamba-Nya yang lain.
2)
Ma’rifat yang sebcnarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengancahaya
ma’rifat yang rnurni seperti matahari tak dapat dilihat kecualidengan
cahayanya. Salah seorang hamba mendekat kepada Allah sehingga íamerasa hilang
dirinya, lebur dalarn kekuasaan-nya, mereka merasa hamba,mereka bicara dengan
ilmu yang telah diletakkan Allah pada lidahmereka, mereka melihat dengan
penglihatan Allah, mereka berbuat denganperbuatan Allah.
Kedua
pandangan AI-Mishri di atas menjelaskan bahwa ma’rifat kepada Allah tidak dapat
ditempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian-pembuktian, tetapi dengan jalan
ma’rifat batin, yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari kecemasan,
sehingga semuayang ada di dunia ini tidak mempunyal arti lagi. Melalui
pendekatan ini sifat-sifat rendah manusia perlahan-lahan terangkat ke atas dan
selanjutnya menyandang sifat-sifat luhur seperti yang dimiliki Tuhan,sampai
akhirnya Ia sepenuhnya hidup di dalam Nya dan lewat diri-Nya.Al-Misri membagi
pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga macam yaitu:
a.
Pengetahuan untuk seluruh muslim,
b.
Pengetahuan khusus untuk para filosof dan ularna,
c.
Pengetahuan khusus untuk para wali Allah.
Menurut
Harun Nasution, pengetahuan jenis pertama dan kedua belum dimasukkan dalam
kategori pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Keduanya belum disebut dengan
ma’rifat tetapi disebut dengan ilmu, sedangkanpengetahuan jenis ketiga harus
disebut dengan ma’rifat Dan ketiga macampengetahuan tentang Tuhan di atas,
jelaslah bahwa pengetahuan tingkatauliya—lah yang paling tinggi tingkatan nya,
karena mereka mencapaltingkatan musyahadah, sebaiknya para ulama dan filosofi
tidak dapatmencapai maqam ini, sebab mereka masih menggunakan akal
untukmengetahui Tuhan, sedangkan akal mempunyai keterbatasan dan kelemahan.
Menunut
pengalamannya, sebelum sampai pada maqam Al ma‘rifat, Al-Misri melihat Tuhan
melalui tanda-tanda kebesaran-Nya yang terdapat di alamsemesta. Adapun
tanda-tanda seorang arif, menurut Al-Misri, adalah sebagai berikut:
a.
Cahaya ma’rifat tidak memadamkan cahaya kewara’annya.
b.
Ia tidak berkeyakinan bahwa ilmu batin merusak hukum lahir.
c.
Banyaknya nikrnat Tuhan tidak mcndorongnya menghancurkan tirai-tirai larangan Tuhan.
Paparan
Al-Mishri di atas menunjukkan bahwa seorang arif yang sempurna selalu
melaksanakan perintah Allah, terikat hanya kepada-Nya,senantiasa bersama-Nya
dalarn kondisi apapun, dan semakin dekat serta menyatu kepada-Nya. Jadi
kesimpulan menurut Dzun-Nun bahwasanya kalau kita ingin sampai pada tingkat ma’rifah,
maka kita harus melaluinya setahap demi setahap dan dilakukan dengan
kesungguhan dan keseriusan. Dan dia juga mengatakan bahwasanya adanya perbedaan
ma’rifah kepada Allah yang disebabkan oleh kemampuan dan kesadaran dia
sebagai makhluk. Ma’rifah juga sepenuhnya diberikan oleh Allah SWT atas
karunianya dan kasih sayangnya. Maka seorang hamba tidak akan sampai pada
tingkat ma’rifah tanpa usaha dan anugerah serta karunia Allah SWT.
2.
Mahabbah
Tentang
cinta ia berkata: "Katakan pada orang yang memperlihatkan kecintaannya
pada Allah, katakan supaya ia berhati-hati, jangan sampai merendah pada
selain Allah!. Salah satu tanda orang yang cinta pada Allah adalah dia tidak
punya kebutuhan pada selain Allah". "Salah satu tanda orang yang
cinta pada Allah adalah mengikuti kekasih Allah Nabi Muhammad SAW dalam akhlak,
perbuatan, perintah dan sunnah-sunnahnya"."Pangkal dari jalan (Islam)
ini ada pada empat perkara: Pecinta padaYang Agung, benci kepada yang Fana,
mengikuti pada Alquran yangditurunkan, dan takut akan tergelincir (dalam
kesesatan)".
3.
Akhwal dan Maqamat
Pandangan
Al-Mishri tentang maqamat, dikemukakan pada beberapa hal saja, yaitu At-taubah,
Ash-shabr, Ai-iawakal, dan .ar-rida. DalamDairat Al-Ma’rifat Al-Islwniyat
terdapat keterangan yang berasal danAl-Mishri bahwa simbol-simbol zuhud adalah
sedikit cita-cita, mencintai kefakiran, dan memiliki rasa cukup yang disertai
dengan kesabaran. Kendatipun demikian, dapat dikatakan bahwajumlah maqam yang
disebut Al-Misri lebih sedikit dibandingkan dengan penulis sesudahnya.
Menurut
Al-Mishri, ada dua macam tobat, yaitu tobat awam dan tobatkhawas. Orang awam
bertobat kar kelalaian (dan mengingat Tuhan). Dalamungkapan lain, ia mengatakan
bahwa sesuatu yang dianggap sebagaikebaikan oleh Al-abrar justru dianggap
sebagai dosa oleh Al-muqarrabin. Pandangan mi mirip dengan pernyataan
Al-Junaidi yangmengatakan bahwa tobat adalah engkau melupakan dosamu. Pada
tahap miorang-orang yang mendambakan hakikat tidak lagi mengingat dosa mereka
karena terkalahkan oleh perhatian yang tertuju pada kebesaran Tuhan dan zikir
yang berkesinambungan. Lebih lanjut Al-Mishri membagi tobatmenjadi tiga
tingkatan, yaitu:
1.
Orang yang bertobat dan dosa dan keburukannya.
2.
Orang yang bertobat dan kelalaian dan kearifan mengingat Tuhan. Orang yang
bertobat
karena memandang kebaikan dan ketaatannya.
D.
Analisa Tasawuf Zunnun Al Mishri
Setelah
memaparkan sekelumit makna dari nama Dzun-Nun Al-Mishri, maka kami akan menyampaikan
sedikit tentang konsep ma’rifah Dzun-Nun Al-Mishri. Konsep ma’rifah Dzun-Nun
tidak bisa lepas dengan makna yang ia dapati dari namanya itu karena namanya
itu menunjukkan sebuah kepemilikan dan penguasaan terhadap makna dari huruf
tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa huruf Nun yang menjadi sentral
kehidupan di dunia ini, maka untuk mencapai sentral tersebut manusia juga
harus memakai sentral dari diri manusia untuk bertemu dengan sentral kehidupan
ini.
Sentral
yang disebut diatas adalah Qalbu, dimana qalbu ini adalah sentral dari manusia
dan untuk bertemu dengan sentral yang hakiki maka manusia harus mengoptimalkan
sentralnya supaya sampai kepada sentralyang hakiki. Mengapa Qalbu atau hati
disebut sebagai sebuah sentral, karena pada qalbu ini berkumpul seluruh
kelakuan dan tindakan manusia. Maka menurut Dzun-Nun yang biasa dilakukan oleh
hati tersebut adalah: emosi, dekat, shahabat, cinta, mengenal, penyingkapan,
menyaksikan, al-ittihad, al-hulul, wahdatul wujud, dan wujudiyah.
Ada
sebuah perbedaan pengertian yang dimaksud oleh Dzun-Nun dengan penyingkapan,
perbedaan ini dibagi kepada tiga bagian, yaitu : al-Mukasyafah, inkisyaf,
dan al-kasy-syaf. Yang dimaksud dengan al-Mukasyafah adalah saling
keterbukaan dimana seorang hamba yang meminta dan Allah yang memberi; inkisyaf,
adalah penyingkapan atau keterbukaan Allah sebagai karunia kepada hambanya dan
seorang hamba hanya menerima saja, tidak dengan meminta. Dimana pada bagian ini
keterbukaan hanya diartikan sebagai karunia Allah dan manusia tidak meminta
untuk keterbukaan tersebut; al-kasysyaf, pada hal ini tidak
menggambarkan proses tentang bagaimana keterbukaannya akan tetapi adanya sebuah
pengalaman keterbukaan.
Pada
penjelasan diatas disebutkan bahwasanya sentral kehidupan hanya bisa dirasakan oleh
sentral manusia, yaitu dimana hati manusia bisa merasakan keterbukaan dengan
Allah hanya dengan penglihatan hati yang menjadi sentral kehidupan manusia.
Menurut Dzun-Nun hati juga tidak serta merta bisa melihat Allah karena hati
yang paling dalamlah yang bisa sampai melihat kepada Allah SWT. Sebelum kita
langsung kepada hati yang dalam, maka akan disebutkan beberapa lapisan hati
yang harusdilalui seseorang sebelum bisa ma’rifah kepada Allah SWT.
Dan
lapisan-lapisan tersebut adalah : as-Suduur, al-Quluub,adh-Dhamaair,
al-Fuwaaid, as-sir, sir al-asraar, dan Basyirah. Yang dimaksud dengan as-suduur
hati yang paling luar, pada fase ini hatimengalami penyempitan dan
perluasan, dia tidak bisa konsisten dalam pendiriannya masih tergoncang dan
belum istiqamah. Setelah lulus atau berhasil dalam tahapan ini, maka akan masuk
lebih dalam lagi kepadatahapah yang kedua, yaitu al-Quluub. Setelah masuk
kepada tahapan ini, maka hati seseorang tersebut akan kokoh dan lebih istiqamah
dalam pendiriannya. Selain itu orang yang sudah sampai pada tahap ini maka dia
akan merasakan ketenangan dalam hatinya. Kemudian setelah lapisan kedua ini
berhasil dan tetap konsisten dengan keduanya, yaitu tahap pertama dan kedua.
Maka tahap selanjutnya adalah adh-Dhomaair, yaitu dimana bagian ini juga
disebut sebagai bagian terdalam pada tahapan qalbu. Dia menyimpan dan
menempatkan cahaya qalbu, kalau dia sudah sampai pada tahap ini, maka dia akan
memiliki kepekaan atau biasa disebut dengan indera keenam. Setelah tahap ini
maka selanjutnya adalahal-Fuwaaid, pada tahapan ini orang sudah separuh
perjalanan untuk menggapai puncak ma’rifah. Jika seseorang sudah sampai
tingkatan inimaka orang tersebut tidak akan bisa dibohongi atas apa yang dia
lihat atau rasakan. Kemudian tahap selanjutnya as-Sir dan Sir al-Asraar,tahapan
ini adalah tahapan yang hampir mendekati kesempurnaan dan mencapai ma’rifah.
Tahapan ini adalah proses untuk mempersiapkan diri kepada tahapan akhir, Maka
tahapan terakhir, yaitu ketika setiap tahapan tetap terjaga dan saling melengkapi
antara satu dengan yanglainnya, maka sampailah pada tahapan Basyirah, yaitu
tahapan akhir yangbisa menyampaikan manusia untuk bisa melihat dan merasakan
Allah SWT. Dan hal ini disebut dengan ma’rifah.
Menurut
Dzun-Nun ma’rifah itu bisa diklasifikasikan kepada tiga bagian, yaitu :
pertama, ma’rifah tauhid sebagai ma’rifahnya orang awam. Kedua, al-burhan wa
al-istidlal yang merupakan ma’rifahnya Mutakallimin dan para Filosof, yaitu
pengetahuan tentang Tuhan melalui pemikiran danpembuktian akal. dan ketiga,
ma’rifah para wali, yaitu pengetahuan dan pengenalan tentang Tuhan melalui
sifat dan ke-Esaan Tuhan. Dengan demikian, apabila dilihat dari sisi
epistimologi, ada tiga metoda ma’rifah yang berbeda, yakni metoda transmisi,
metoda akal budi, dan metoda ketersingkapan langsung. Ma’rifah awam lebih
bersifat penerimaan dan kepatuhan semata tanpa dibarengi argumentasi, sedangkan
ma’rifah Mutakallimin dan filosof adalah pemahaman yang sifatnya rasional
melalui berfikir spekulatif. Lain halnya dengan ma’rifah para sufi atauaulia,
adalah penangkapan dan penghayatan langsung terhadap obyeksehingga ia merasakan
dan melihat obyek itu. Dan disini Dzun-Nun menegaskan bahwasanya ma’rifah itu
sepenuhnya adalah karunia dan pemberian Allah SWT.
Jadi
kesimpulan menurut Dzun-Nun bahwasanya kalau kita ingin sampai pada tingkat
ma’rifah, maka kita harus melaluinya setahap demi setahapd an dilakukan dengan
kesungguhan dan keseriusan. Dan dia juga mengatakan bahwasanya adanya perbedaan
ma’rifah kepada Allah yang disebabkan oleh kemampuan dan kesadaran dia sebagai
makhluk. Ma’rifah juga sepenuhnya diberikan oleh Allah SWT atas karunianya dan
kasihsayangnya. Maka seorang hamba tidak akan sampai pada tingkat ma’rifah
tanpa usaha dan anugrah serta karunia Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar